Pancaran cahaya sang surya di pagi hari, menembus langit-langit kamar ku melalui celah-celah fentilasi. Aku masih terbaring, malas di peraduanku, aku malas untuk bangun tapi, sepertinya bila aku terus tidur kembali, mentari akan marah padaku.
Aku mencoba tuk tidur kembali, tapi tak kuasa aku menahan pancaran sinar mentari yang terus bayang-bayang di wajahku. Baiklah… aku menyerah dan akan bangun. Indahnya pagi beserta cahaya mentari pagi juga mulai menyentuh seluruh isi ruangan kamarku yang cukup besar. Tak lama kemudian akupun perlahan mencoba membuka mataku dan ternyata ada seseorang yang sedang membuka gorden dan jendela kamarku. Iya adalah ibuku tercinta yang setiap hari selalu rajin membangunkan aku. Sejenak ia terdiam, rupanya ia kaget karena aku sudah bangun.
Lalu ia berkata " Mike… bangun Mike.. sudah jam berapa ini ?! ". Akupun dengan malasnya menjawab " Ia… ia Bu ini juga udah bangun ".
" Ayo cepat mandi sana nanti kamu terlambat lagi "
" Ia.. ia.. sebentar " Jawabku.
Aku lalu beranjak dari tempat tidur dengan rasa malas yang luar biasa kucoba mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Selesai mandi, aku bergegas memakai seragam sekolah karena waktu sudah tidak banyak lagi. Setelah selesai memakai seragam sekolah dan memngambil tas sekolah, aku segera turun kebawah, untuk sarapan dimeja makan, bersama Ayah, Ibu serta Adikku. Setelah sampai dibawah ternyata semuanya sudah berkumpul di meja makan tinggal aku saja yang belum.
Maklum diantara semua orang yang ada dirumah hanya aku aja yang paling susah bangunnya. Hehe…
Aku lalu duduk di meja makan dan langsung mengambil nasi goreng buatan Ibuku. Ini adalah makanan yang paling kusuka, lalu aku langsung menyantapnya. Setelah selesai sarapan, aku bergegas untuk berangkat, tak lupa aku beserta adikku pamit dan mencium tangan ibu. Kami setiap hari berangkat bersama-sama menggunakan mobil milik kami. Ayah pergi ke Kantor, sedangkan aku dan adikku pergi ke sekolah . Dan karena sekolahku yang lebih dekat maka, aku duluan yang diantar daripada adikku. Setelah tiba di pintu gerbang sekolah lalu, akupun turun, sebelum turun aku tak lupa mencium tangan ayah. Tiba – tiba ayahku berbicara " mike… nanti pulangnya di jemput sama Om Iwan ya?, soalnya nanti siang ayah ada urusan " .
" Iya yah... nanti biar Mike aja yang nelpon Om Iwan " Jawabku. Lalu aku bergegas masuk ke sekolah karena bel tanda masuk sudah berbunyi.
***
Kring… kring… kring… bel tanda istiahat pun berbunyi sontak membuat kelas yang tadinya sunyi sepi tiba – tiba berubah menjadi riuh ramai, tetapi hari ini entah mengapa aku lagi merasa tak enak badan dan kuputuskan untuk tetap berdiam diri di mejaku dan tidak bergabung dengan teman-temanku yang lainya. Sampai akhirnya jam pulang pun tiba, kemudian aku langsung menghubungi Om Iwan untuk menjemputku disekolah " Hallo… Om, aku udah pulang nih jemput sekarang ya "
" Ya…ya sabar ya, om lagi diperjalanan ni " sahut omku, setelah itu kuputus telepon ku dengan om Iwan , aku lantas bediri di depan pintu gerbang sembari menunggu om Iwan datang, selang beberapa menit kemudian Om Iwan datang, aku langsung masuk mobil karena cukup lelah menunggu datangnya Om Iwan sedari tadi. Di sepanjang perjalan pulang aku hanya diam saja, tak benafsu sama sekali untuk berbicara. Sampai tak terasa akhirnya aku telah sampai di rumah. Ketika aku hendak menginjakkan kaki di depan pintu rumah, tiba-tiba aku mendengar suara perkelahian dari dalam rumah, dan ternyata perkelahian itu terjadi antara ayah dan ibuku. " Sudah mas… kalau begitu kita cerai saja " suara itu terdengar jelas olehku, aku tersentak kaget, seketika itu pula badan ku terkulai lemas dan dadaku seperti baru saja di tusuk oleh sebilah belati tajam karena mendengar pernyataan ibuku tadi. " What… cerai…??!!! " jerit ku dalam hati.
"CERAI " kata yang terus menghantui di benak pikiranku. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati, apakah aku akan kehilangan sosok seorang ayah yang selama ini ku banggakan dalam hidupku ?!, apakah kehidupanku akan berubah setelah ini ?!, dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul di dalam otakku.
Sejak itu otakku selalu saja di hantui oleh beribu pertanyaan yang mengusik diriku dan tanpa kusadari diriku mengalami perubahan, aku mulai tidak bersemangat untuk melakukan segala aktifitasku, aku yang biasanya selalu ceria di setiap hari-hariku kini semua itu berubah. Aku menjadi seseorang yang pendiam yang tidak seperti biasanya, mungkin ini suatu pemberontakkanku, atas apa yang aku alami.
Tetapi perubahan ku tersebut tidak berdampak pada keputusan ayah dan ibu untuk bercerai. Dan pada akhirnya tibalah hari yang begitu pahit dan menyakitkan dalam sejarah hidupku, dimana tidak pernah terbayangkan oleh ku sebelumnya, akan kejadian pahit seperti saat ini, yaitu hari dimana dilakukanya sidang perceraian antara dua orang yang paling kusayangi di muka bumi ini mesikpun, hingga kini aku belum tau apa penyebab perceraian antara kedua orang tua ku tersebut.
Kenyataan yang sangat sulit kuterima, tapi beginilah keadaanya. Bagaimana pun keadaanya aku harus tegar menjalani problema hidup ini. Hasil persidangan itu memutuskan hak asuh anak jatuh ke tangan ibuku maka, aku dan adikku mulai saat itu ikut bersama ibuku. Akhinya ibu dan ayahku telah resmi berpisah, dan dalam pembagian harta gono-gini, rumah yang kami tempati sebelumnya itu jatuh ketangan ayahku maka kami terpaksa harus keluar dari situ dan mencari rumah baru untuk kami tempati.
Sejak saat itulah kehidupanku , ibu beserta adikku mulai berubah, ekonomi keluarga kecilku saat ini mulai memburuk dikarenakan ibuku tidak bekerja dan semakin banyaknya pengeluaran setiap hari.
Dan pada akhirnya sampailah pada titik terberat dalam perjalanan hidup ku, dimana aku dengan sangat berat hati, terpaksa harus kehilangan masa-masa remajaku dan yang paling terberat adalah, dimana aku harus meninggalkan bangku sekolah dan kehilangan semua kenangan manis yang pernah kurasakan selama 8 tahun bersekolah.
" Putus Sekolah " . Yup… hal yang tak pernah terlintas di benakku sebelumnya, tetapi inilah kenyataannya dimana aku harus siap menjalani semua ini. Karena faktor ekonomi yang terus membelilit kamilah yang memaksa aku harus meniggalkan bangku sekolahku dan membantu ibu mencari nafkah demi melanjutkan hidup kami dan demi untuk memperjuangkan pendidikan adikku. Karena aku bersama ibuku telah sepakat bahwa hanya kami berdua sajalah yang mencari nafkah, sedangkan adikku harus tetap melanjutkan pendidikanya karena ia masih terlalu kecil untuk menanggung semua beban ini. Bagiku sendiri itu tidak masalah karena bagiku, biar aku sajalah yang mengorbankan pendidikanku dan aku tidak mau itu terjadi pula pada adikku. Setelah putus sekolah, aku memutuskan untuk bekerja mencari nafkah buat keluarga kecilku, tetapi aku bingung harus bekerja apa karena aku hanyalah seorang anak SMP yang harus putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi yang menghimpit dan hanya mempunyai ijazah Sekolah Dasar. Di era globalisasi sekarang yang semuanya serba canggih rasanya sangat sulit untuk mendapatkan kerja dengan hanya mengandalkan ijazah SD saja, sedangkan kita tahu bahwa sarjana – sarjana saja masih banyak yang menjadi pengangguran, apalagi aku tidak memiliki pendidikan yang tinggi.
Tetapi aku tidak menyerah begitu saja, karena besarnya tekadku untuk bekerja, itu semua kulakukan demi membantu ibuku mencari sesuap nasi. Dan demi mendapatkan pekerjaan aku harus berkeliling di setiap sudut kota, menawar -nawarkan diri untuk bekerja apa saja asalkan itu halal. Namun tak semudah yang kusangka. Banyak yang menyuruhku pulang dan kembali ke sekolah. Banyak pula yang mengusirku dengan kasar, ketika ditanya ijazah, aku hanya bisa menjawab bahwa aku hanya punya ijazah SD. Aku pun ditampik untuk bekerja dimana-mana. Penolakkan ini kualami berkali-kali, selama berhari-hari.
Seminggu telah berlalu, tak kunjung juga bagiku mendapatkan pekerjaan, lelah rasanya diri ini setiap hari harus berkeliling di setiap sudut kota untuk mencari pekerjaan dan keputus asaan pun mulai menyerang diriku. Aku jengah dengan semua yang kulakukan, aku akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak mencari pekerjaan karena telah semingguan ini aku mencarinya tapi tetap saja hasilnya nihil. Toko sepatu, kelebihan karyawan. Pabrik cincau, kekurangan order sehingga tak perlu karyawan. Kantor Syah Bandar, pun menolaknya karena mereka memerlukan sarjana. Kantor Bupati,menjadi tenaga suruh-suruh misalnya, tukang seduh kopi atau membeli rokok bagi para ajudan bupati tapi aku pun ditolak,
karena sudah ada sarjana yang melakukan itu semua .
Seminggu telah berlalu, tak kunjung juga bagiku mendapatkan pekerjaan, lelah rasanya diri ini setiap hari harus berkeliling di setiap sudut kota untuk mencari pekerjaan dan keputus asaan pun mulai menyerang diriku. Aku jengah dengan semua yang kulakukan, aku akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak mencari pekerjaan karena telah semingguan ini aku mencarinya tapi tetap saja hasilnya nihil.
***
Suatu malam ketika aku baru saja pulang kerumah, aku tak sengaja melihat sebuah gitar tua yang telah usang di teras rumahku, aku bertanya – tanya siapakah pemilik gitar tua tersebut. Dan tanpa basa-basi aku langsung saja mengambil gitar itu dan memainkannya, ternyata suara gitar itu masih enak walaupun secara fisik sudah terlihat tua dan usang. Ketika aku lagi asik memainkan gitar itu, tiba – tiba tak sengaja terlintas dalam pikiranku, kenapa aku tidak mencoba mengamen saja dengan gitar ini. Pada awalnya aku ragu akan ide aneh yang muncul tiba – tiba itu, tapi setelah kupikir-pikir tidak ada salahnya di coba terlebih dahulu, toh itu kan juga termasuk pekerjaan yang halal. Akhirnya aku memutuskan besok pagi aku akan mencoba mengamen dengan gitar ini.
Keesokkan harinya, aku pamit dan meminta ijin pada ibu untuk mengamen setelah itu aku langsung mengambil gitar tua itu dan langsung menuju lampu merah, Di lampu merah aku mulai mendendangkan lagu demi lagu untuk menghibur para pengguna jalan, selain itu tujuan ku yang paling utama adalah demi mendapatkan uang.
Aku mulai mengamen pada pukul tujuh pagi dan selesai pada pukul 24 malam, itu kulakukan setiap harinya. Receh demi receh kukumpulkan setiap harinya dan ternyata hasil dari aku ngamen itu lumayan juga, bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan masih bisa kugunakan untuk membeli koran, karena hobiku membaca, walaupun sekarang aku sudah tidak bisa lagi membaca buku-buku pelajaran sekolah.
Pada awalnya aku tegar dan tabah menjalani kehidupan ini, Tapi setegar-tegarnya aku akhirnya aku rapuh juga, aku mulai tidak bisa menerima kenyataan pahit ini, aku berusaha berontak pada dunia, pada kedua orang tua ku dan juga pada tuhan, aku marah pada semuanya, kenapa…!!! Kenapa aku harus menjalani semua ini !!! emosiku mulai meluap, aku tidak dapat menahan beban ini yang setiap hari terus menyesakkan dadaku. Mengapa semua hanya diam dan membisu, apakah tak ada satu orang pun lagi yang memperdulikanku atau mungkin tuhan sekalipun sudah tidak memperdulikanku ?!!!.
Akhirnya aku mencoba untuk melupakan semua masalah ku ini dengan berusaha mencari jalan keluarnya sendiri, tetapi menurut semua orang itu pilihan yang sangat tidak tepat. Tapi hanya itulah yang bisa kulakukan. Yaitu dengan cara meneguk minum keras atau menggoreskan kaca di lenganku, apapun yang kulakukan ku ingin lupakan namun, bila ku mulai sadar dari sisa mabuk semalam perihnya luka ini semakin dalam kurasakan. Semua hal ini kulakukan karena aku belum mengerti arti sebuah perceraian, yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki.
***
Suatu hari disaat aku mengamen, aku melihat anak – anak seusiaku. Ia lagi jalan – jalan bersama ibu bapaknya di sebuah mall. Seketika itu juga aku mulai merasa iri pada anak itu karena ia bisa merasakan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya, terutama kasih sayang seorang ayah. Dan hal itu sudah lama hilang dari kehidupanku dan aku iri karena ia bisa merasakan hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah. Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidup ku yang kelam tiada harga diri agar hidupku terus bertahan. Dan tanpa disadari aku tak kuasa menahan air mata yang langsung jatuh di pelupuk mataku, aku sangat sedih melihat kejadian itu. Karena tak kuasa aku, lalu lari menuju pohon besar yang ada di pinggir jalan. Disitu aku nangis sejadi-jadinya, dan tanpa disadari hari mulai gelap dan awan menjadi mendung, tak lama kemudian hujan pun turun dengan dengan derasnya. Tetapi aku masih saja menangis dan tidak beranjak dari situ, tiba-tiba aku secara tidak sengaja mengambil gitarku dan mulai bernyanyi untuk menghibur diri
" Malam ini hujan turun lagi… bersama kenangan yang ungkit luka di hati… luka yang harusnya dapat terobati yang kuharap tiada pernah terjadi… ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelaparan, hal yang biasa buat aku hidup dijalanan… disaat ku belum mengerti arti sebuah perceraian yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki.
Wajar bila saat ini ku iri pada kalian… yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah… hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam tiada harga diri agar hidupku terus bertahan… Mungkin sejenak dapat aku lupakan dengan minuman keras yang saat ini ku genggam… atau menggoreskan kaca dilenganku… apapun kan kulakukan ku ingin lupakan… Namum bila ku mulai sadar dari sisa mabuk semalam perihnya luka ini semakin dalam kurasakan… Disaat ku telah mengerti bertapa indah dicintai… Hal yang tak pernah kudapatkan sejak aku hidup dijalanan "
Tanpa disadari lagu itu mngenggambarkan tentang kehidupan ku atau lebih tepatnya tentang DIARY DEPRESIKU.